Thursday, January 26, 2017


Beragam obyek wisata banyak ditemukan di Wonosobo. Selain Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo masih memiliki pilihan wisata yang tak kalah menariknya yaitu Kawasan Agrowisata Tambi. Kawasan ini merupakan pilihan yang menarik bagi para pecinta alam pegunungan dan siapapun yang hendak melepas penat dengan merasakan kesejukan hawa pegunungan.
Saat kita melakukan perjalanan menuju kota Wonosobo (khususnya dari arah temanggung dan Jalur alternatif Jogja-Purworejo) kita akan disuguhi pemandangan hamparan perkebunan teh, yang kalau kita telusuri lebih lanjut perkebunan tersebut adalah peninggalan dari jaman penjajahan Belanda. Secara geografis, kawasan ini berada di ketinggian 800-2000 m di atas permukaan laut dengan curah hujan berkisar 2500-3500 mm per tahun. Kondisi ini membuat Agrowisata Tambi beriklim sejuk. Sejak lama, kawasan ini telah digarap sebagai objek wisata. Di dalamnya, wisatawan bisa berjalan mengitari kebun teh.
Di lahan hijau ini, wisatawan dapat melepaskan kepenatan dari kejenuhan rutinitas. Semilir angin dan sejuknya udara pegunungan dapat membuat siapa saja yang merasakannya menjadi lebih santai. Jika beruntung, wisatawan bisa bertemu dengan perempuan-perempuan pemetik teh. Mereka akan tersenyum dan dengan ramahnya menyapa para wisatawan. ( kredit for : http://www.supranaturaljokowi.com/2015/04/agrowisata-tambi-wonosobo.html )
Perkebunan teh ini mulai dirintis oleh pengusaha Belanda yang bernama D. Vander Ships (untuk Unit Perkebunan Tanjungsari) dan W.D. Jong (untuk Unit Perkebunan Tambi dan Bedakah). Pada tahun 1880, perkebunan teh tersebut dibeli oleh Mr. M.P. van Der Berg, A.W. Hole, dan Ed Jacobson, yang kemudian bersama-sama mendirikan Bagelen Thee En Kina Maatschappij di Wonosobo. Dalam perkembangannya, pengurusan dan pengolahan perkebunan teh tersebut diserahkan kepada firma John Feet and Co. yang berkedudukan di Jakarta.

Saat pendudukan Jepang pada rentang tahun 1942-1945, perkebunan teh Tambi diambil alih oleh Jepang. Tanaman teh yang ada terbengkalai, tidak dirawat, dan sebagian dibongkar untuk diganti tanaman lain seperti palawija, ubi-ubian, dan jarak.
Selepas Republik Indonesia merdeka, status kepemilikan perkebunan teh Tambi diambil alih oleh pemerintah RI. Perkebunan teh ini berada di bawah Pusat Perkebunan Negara (PPN) yang berpusat di Surakarta, sedangkan kantor perkebunan daerah Tambi, Bedakah, dan Tanjungsari dipusatkan di Magelang, Jawa Tengah. Namun kepemilikan Perkebunan Teh Tambi kembali diserahkan kepada pemilik semula ketika perundingan Konferensi Meja Bundar antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Belanda. Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Belanda pada November 1949, maka perusahaan-perusahaan asing yang ada di Indonesia yang sebelumnya sudah diakui sebagai milik Negara harus diserahkan kembali kepada pemilik semula. Sesuai hasil KMB maka perkebunan teh Bedakah, Tambi, dan Tanjungsari harus diserahkan kembali oleh pemerintah Indonesia kepada pemilik semula yaitu Bagelen Thee En Kina Maatschappij.
Bagelen Thee En Kina Maatschappij kembali mengelola perkebunan teh Tambi dan mengadakan koordinasi antara ketiga pengelola kebun tersebut. Akhirnya disepakati dengan membentuk kantor bersama oleh para eks pegawai PPN yang dinamakan Perkebunan Gunung pada tanggal 21 Mei 1951.
Beberapa tahun setelah Perkebunan Gunung mengelola ketiga kebun itu, Bagelen Thee En Kina Maatschappij tidak berminat untuk melanjutkan usahanya dan merasa terlalu sulit untuk mengurus perkebunan yang kondisinya sudah sangat memburuk (akibat revolusi fisik antara Indonesia dengan Belanda). Oleh Bapak Imam Soepomo, SH selaku Kepala Jawatan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah mengusahakan agar pihak Bagelen Thee En Kina Maatschappij diserahkan ke Indonesia. Hal tersebut diterima baik oleh Bagelen Thee En Kina Maatschappij. Selanjutnya didirikan Perseroan Terbatas (PT) NV Eks PPN Sindoro Sumbing pada tanggal 17 Mei 1954. Perjanjian jual beli antara NV Bagelen Thee En Kina Maatschappij dengan PT NV Eks PPN Sindoro Sumbing terjadi tanggal 26 November 1954, sehingga status perkebunan Bedakah, Tambi, dan Tanjungsari resmi dalam penguasaan PT NV Eks PPN Sindoro Sumbing.
Tahun 1957, tercapai kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah Wonosobo dan PT NV Eks PPN Sindoro Sumbing untuk bersama-sama mengelola perkebunan tersebut, dengan membentuk perusahaan baru yang modalnya 50 % dari PT NV Eks PPN Sindoro Sumbing dan 50 % dari Pemerintah Daerah Wonosobo. Perealisasian tujuan tersebut dilakukan melalui pembentukan suatu perusahaan baru dengan nama Perseroan Terbatas (PT) NV Perusahaan Perkebunan Teh Tambi, disingkat PT NV Tambi (saat ini PT Perkebunan Tambi) dengan akte notaris Raden Sujadi di Magelang pada tanggal 13 Agustus 1957 No. 10, serta mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman tanggal 18 April 1958, No. JA 5/30/25 yang kemudian diterbitkan pada lembaran berita negara tanggal 12 Agustus 1960 No. 6. Hingga saat ini PT Perkebunan Tambi yang mengelola seluruh area perkebunan teh di lereng Gunung Sindoro tersebut. ( kredit for : https://teamtouring.net/sejarah-perkebunan-teh-tambi-wonosobo.html )

0 comments:

Post a Comment

Ads



Total Pageviews

Little Ifach. Powered by Blogger.

Labels

Pages

Pages - Menu

About

Popular Posts