Beragam obyek wisata banyak ditemukan di
Wonosobo. Selain
Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo masih memiliki pilihan wisata yang tak kalah
menariknya yaitu Kawasan Agrowisata Tambi. Kawasan ini merupakan pilihan yang
menarik bagi para pecinta alam pegunungan dan siapapun yang hendak melepas
penat dengan merasakan kesejukan hawa pegunungan.
Saat kita melakukan perjalanan menuju kota
Wonosobo (khususnya dari arah temanggung dan Jalur alternatif Jogja-Purworejo)
kita akan disuguhi pemandangan hamparan perkebunan teh, yang kalau kita
telusuri lebih lanjut perkebunan tersebut adalah peninggalan dari jaman
penjajahan Belanda. Secara geografis, kawasan ini berada di ketinggian 800-2000
m di atas permukaan laut dengan curah hujan berkisar 2500-3500 mm per tahun.
Kondisi ini membuat Agrowisata Tambi beriklim sejuk. Sejak lama, kawasan ini
telah digarap sebagai objek wisata. Di dalamnya, wisatawan bisa berjalan
mengitari kebun teh.
Di lahan hijau ini, wisatawan dapat melepaskan
kepenatan dari kejenuhan rutinitas. Semilir angin dan sejuknya udara pegunungan
dapat membuat siapa saja yang merasakannya menjadi lebih santai. Jika
beruntung, wisatawan bisa bertemu dengan perempuan-perempuan pemetik teh.
Mereka akan tersenyum dan dengan ramahnya menyapa para wisatawan. ( kredit for
: http://www.supranaturaljokowi.com/2015/04/agrowisata-tambi-wonosobo.html
)
Perkebunan teh ini mulai dirintis oleh
pengusaha Belanda yang bernama D. Vander Ships (untuk Unit Perkebunan
Tanjungsari) dan W.D. Jong (untuk Unit Perkebunan Tambi dan Bedakah). Pada
tahun 1880, perkebunan teh tersebut dibeli oleh Mr. M.P. van Der
Berg, A.W. Hole, dan Ed Jacobson, yang kemudian bersama-sama mendirikan
Bagelen Thee En Kina Maatschappij di Wonosobo. Dalam perkembangannya,
pengurusan dan pengolahan perkebunan teh tersebut diserahkan kepada firma
John Feet and Co. yang berkedudukan di Jakarta.
Saat pendudukan Jepang pada rentang tahun
1942-1945, perkebunan teh Tambi diambil alih oleh Jepang. Tanaman teh yang ada
terbengkalai, tidak dirawat, dan sebagian dibongkar untuk diganti
tanaman lain seperti palawija, ubi-ubian, dan jarak.
Selepas Republik Indonesia merdeka, status
kepemilikan perkebunan teh Tambi diambil alih oleh pemerintah
RI. Perkebunan teh ini berada di bawah Pusat Perkebunan Negara
(PPN) yang berpusat di Surakarta, sedangkan kantor perkebunan daerah
Tambi, Bedakah, dan Tanjungsari dipusatkan di Magelang,
Jawa Tengah. Namun kepemilikan Perkebunan Teh Tambi kembali
diserahkan kepada pemilik semula ketika perundingan Konferensi Meja Bundar
antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah
Belanda. Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Belanda pada November 1949, maka perusahaan-perusahaan asing yang ada
di Indonesia yang sebelumnya sudah diakui sebagai milik Negara
harus diserahkan kembali kepada pemilik semula. Sesuai hasil KMB
maka perkebunan teh Bedakah, Tambi, dan Tanjungsari harus diserahkan
kembali oleh pemerintah Indonesia kepada pemilik semula yaitu Bagelen Thee
En Kina Maatschappij.
Bagelen Thee En Kina Maatschappij kembali
mengelola perkebunan teh Tambi dan mengadakan koordinasi antara
ketiga pengelola kebun tersebut. Akhirnya disepakati dengan membentuk
kantor bersama oleh para eks pegawai PPN yang dinamakan Perkebunan Gunung
pada tanggal 21 Mei 1951.
Beberapa tahun setelah Perkebunan Gunung
mengelola ketiga kebun itu, Bagelen Thee En Kina Maatschappij tidak berminat
untuk melanjutkan usahanya dan merasa terlalu sulit untuk mengurus perkebunan
yang kondisinya sudah sangat memburuk (akibat revolusi fisik antara Indonesia
dengan Belanda). Oleh Bapak Imam Soepomo, SH selaku Kepala Jawatan Perkebunan
Provinsi Jawa Tengah mengusahakan agar pihak Bagelen Thee En Kina Maatschappij
diserahkan ke Indonesia. Hal tersebut diterima baik oleh Bagelen Thee En Kina
Maatschappij. Selanjutnya didirikan Perseroan Terbatas (PT) NV Eks PPN Sindoro
Sumbing pada tanggal 17 Mei 1954. Perjanjian jual beli antara NV Bagelen Thee
En Kina Maatschappij dengan PT NV Eks PPN Sindoro Sumbing terjadi tanggal 26
November 1954, sehingga status perkebunan Bedakah, Tambi, dan Tanjungsari resmi
dalam penguasaan PT NV Eks PPN Sindoro Sumbing.
Tahun
1957, tercapai kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah Wonosobo dan PT NV
Eks PPN Sindoro Sumbing untuk bersama-sama mengelola perkebunan tersebut,
dengan membentuk perusahaan baru yang modalnya 50 % dari PT NV Eks PPN Sindoro
Sumbing dan 50 % dari Pemerintah Daerah Wonosobo. Perealisasian tujuan tersebut
dilakukan melalui pembentukan suatu perusahaan baru dengan nama Perseroan
Terbatas (PT) NV Perusahaan Perkebunan Teh Tambi, disingkat PT NV Tambi (saat
ini PT Perkebunan Tambi) dengan akte notaris Raden Sujadi di Magelang pada
tanggal 13 Agustus 1957 No. 10, serta mendapat pengesahan dari Menteri
Kehakiman tanggal 18 April 1958, No. JA 5/30/25 yang kemudian diterbitkan pada
lembaran berita negara tanggal 12 Agustus 1960 No. 6. Hingga saat ini PT
Perkebunan Tambi yang mengelola seluruh area perkebunan teh di lereng Gunung
Sindoro tersebut. ( kredit for : https://teamtouring.net/sejarah-perkebunan-teh-tambi-wonosobo.html
)